Link Beasiswa S2,...

Pages

Rabu, 02 November 2011

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA, VOLUME 2. NO.1, JANUARI 2008PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG





Hariyati, Indaryanti 2, Zulkardi3

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengembangkan materi luas permukaan dan volum limas dengan pendekatan PMRI. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Palembang. Dalam mengembangkan materi terdapat proses evaluasi formatif dan uji coba terhadap materi, yaitu expert review, one-to-one evaluation, small group, dan field test. Dari tiga tahap pertama, materi dinyatakan valid. Kemudian materi diujicobakan di lapangan (field test). Dari hasil uji




coba diperoleh simpulan yaitumenghasilkan buku siswa untuk materi luas permukaan dan volum limas yang sesuai dengan karakteristik PMRI. Dan buku siswa ini baik karena dilihat dari aktivitas siswa yang menunjukkan kategori aktif, hasil belajar siswa yang menunjukkan kategori baik, dan sikap siswa yang cenderung positif terhadap proses pembelajaran matematika menggunakan buku siswa yang sesuai dengan karakteristik
PMRI.


Kata-kata kunci  :  Penelitian  Pengembangan,  PMRI, Luas  Permukaan dan  VolumLimas   


PENDAHULUAN

 Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu matematika dapat digunakan sebagai sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan pendapat Cornelius (dalam Abdurrahman, 2003:253) yang menyatakan bahwa : alasan perlunya belajar matematika karena : (1) sarana berpikir yang jelas dan logis; (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari; (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman; (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas; dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

 

1 Mahasiswa FKIP UNSRI
2 Dosen FKIP UNSRI
3 Guru Besar Pendidikan Matematika FKIP UNSRI
Pendapat Cornelius di atas menunjukkan bahwa matematika sangat penting dan dibutuhkan oleh semua manusia karena memiliki manfaat yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada kenyataannya matematika sering kali dianggap pelajaran yang menakutkan dan kurang disenangi siswa. Rasa takut terhadap pelajaran matematika (fobia matematika) sering kali menghinggapi perasaan para siswa dari tingkat SD sampai dengan SMA bahkan hingga perguruan tinggi (Admin, 2007).
Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun Internasional belum menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian The Third International Mathematic and Science Study (TIMSS) pada tahun 2003 menyebutkan bahwa di antara 46 negara, prestasi siswa SMP Indonesia berada pada urutan 34 untuk matematika. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan khususnya matematika di Indonesia saat ini masih rendah.
Kenyataan ini memberikan dorongan bagi pemerintah untuk senantiasa melakukan berbagai upaya guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu bentuk upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan memperbaiki kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini mulai dipakai tahun 2006. Pada KTSP ditekankan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya diawali dengan masalah kontekstual.
Pada pemebelajaran matematika, masalah kontekstual dapat dihadirkan dari situasi yang  pernah dialami oleh siswa baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat atau pun  situasi  yang  berkaitan  dengan matematika itu sendiri. Menurut Van de Henvel-Panhuizen dalam Prayogi (2007), “ bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.” Berdasarkan pendapat tersebut pembelajaran matematika di kelas hendaknya ditekankan  pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari. Hal ini bertujuan agar pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa sehingga memudahkan siswa dalam memahami dan menguasai konsep matematika, serta siswa dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
PMRI sebagai salah satu pendekatan pembelajaran matematika, maka PMRI dapat memberikan kesempatan bagi guru untuk mengembangkan potensi dan kreativitas dalam hal pengelolaan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan PMRI ini setiap guru dapat mengembangkan materi pembelajaran sehingga, materi ajar yang sesuai dengan karakteristik PMRI dapat memanfaatkan berbagai konteks yang dikenal oleh siswa untuk dijadikan sumber atau media dalam proses matematisasi sebuah konsep matematika.
Berdasarkan wawancara informal yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika SMP Negeri 4 Palembang diperoleh informasi bahwa dalam pembelajaran matematika pada sub pokok bahasan limas siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami konsep limas dan dalam mengerjakan soal siswa masih salah dan bingung untuk menentukan apa yang diketahui dari soal. SMP Negeri 4 Palembang adalah salah satu sekolah yang telah memakai kurikulum KTSP. Namun dalam proses pembelajaran buku ajar yang digunakan kurang menyajikan materi yang kontekstual. Kondisi siswa dalam pembelajaran matematika pun masih dikategorikan “kurang aktif”. Dimana siswa lebih banyak diam dan jarang diajak dalam menemukan konsep matematika.
Pada penelitian ini,  peneliti  ingin mengembangkan konteks piramida, kue, atap mushola, pagar tembok dan tenda  menjadi materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik PMRI di Kelas VIII SMP N 4 Palembang pada sub pokok bahasan luas permukaan dan volum limas.

·         PMRI

Pendidikan  Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu pendekatan pembelajaran  yang diawali dengan masalah kontekstual untuk mengarahkan siswa dalam memahami suatu konsep matematika. Gagasan PMRI berawal  dari Realistic Mathematics  Education  (RME)  yang  telah  dikembangkan  di  Belanda  sejak  awal 70-an yang menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal  dalam pembelajaran.
Penerapan PMRI yang pertama kali diperkenalkan di Negeri Belanda sekitar tahun 1970 oleh Institut Freudhental ini mengacu pada pemikiran Freudhental yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini bermakna bahwa, matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Menurut Gravemeijer (dalam Susianto,2007) “matematika sebagai aktivitas manusia”, hal ini berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Proses menemukan kembali ide dan konsep matematika ini disebut dengan matematisasi. Proses matematisasi itu dibedakan menjadi dua yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.
Gravemeijer (dalam Marpaung, 2007:7) menyebutkan “matematisasi horizontal sebagai suatu proses yang bertolak dari kehidupan nyata ke dunia simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses membawa hal-hal yang matematis ke jenjang yang lebih tinggi.”


·         Prinsip PMRI

Menurut Siswono (2004 :35 ) PMRI memiliki tiga prinsip utama antara lain :

1.      Menemukan kembali (Guided Reinvention)
Pembelajaran dimulai dengan suatu masalah kontekstual atau realistik yang selanjutnya melalui aktifitas siswa diharapkan menemukan “kembali” sifat, definisi, teorema atau prosedur-prosedur.

2.      Fenomena didaktik (Didactical Phenomenology)
Tujuan penyelidikan fenomena-fenomena adalah untuk menemukan situasi-situasi masalah khusus yang dapat digeneralisasikan dan dapat digunakan sebagai dasar pematematikaan vertikal.

3.      Pengembangan model sendiri (Self-developed Models)
Kegiatan ini berperan sebagai jembatan antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat siswa sendiri dalam memecahkan masalah.   



·         Karakteristik PMRI

Menurut de Lange (dalam Zulkardi, 2005:14) ada lima karakteristik dari PMRI antara lain :
  1. Menggunakan masalah kontekstual. Masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak darimana matematika yang diinginkan dapat muncul.

  1. Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal. Perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.


  1. Menggunakan kontribusi murid. Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi murid sendiri yang mengarahkan mereka dari metode informal mereka kearah yang lebih formal atau standar.

  1. Interaktif dalam proses belajar mengajar atau interaktivitas. Negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperatif dan evaluasi sesama murid dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal murid digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.

1 komentar:

  1. penelitian pengembangan materi luas permukaan dan volum limas yang sesuai dengan karakteristik PMRI di kelas VIII smp Negeri 4 Palembang. PMRI sebagai salah satu pendekatan pembelajaran matematika, sesuai dengan karakteristik pmri dapat memanfaatkan berbagai konteks yang dikenal oleh siswa untuk dijadikan sumber atau media dalam proses matematisasi sebuah konsep matematika dan dengan diskusi yang menyenangkan pula dapat membuat siswa menjadi tertarik dan senang, dapat memberi kesempatan untuk berdiskusi dan mengemukakan pendapat

    BalasHapus

 

Blogger news

Blogroll